Kabupaten Tangerang Tempo dulu…


Catatan ditulis oleh Jurnalis Tionghoa Peranakan Oey Hok Tjay yang asli Tangerang. Menurut Hok Tjay, topi bambu atau pandan buatan Tangerang ini dikerjakan para wanita yang sangat digemari di Asia Tenggara hingga Eropa. Pembuatan topi berpusat di beberapa desa seperti Balaraja, Cikupa, Tigaraksa, Tenjo dan lain-lain. Pembelian topi dilakukan para tengkulak yang b erkeliling desa. Selanjutnya topi dikirim ke pabrik-pabrik topi di Tangerang untuk mendapat sentuhan akhir lalu dipak sebelum dikirim ke luar negeri, kata Hok Tjay.








Pada jaman Hindia Belanda, ujar Hok Tjay, bisnis topi bambu dan pandan dilakukan oleh orang Betawi, Sunda dan Tionghoa. Barulah belakangan ada tiga perusahaan milik bangsa Eropa yang terlibat bisnis topi yang dibuat secara mekanis setelah listrik masuk ke wilayah Tangerang. Sayang, kini nyaris tidak terdengar atau pun tersisa topi Tangerang yang bersejarah itu. Sejatinya industri topi pandan dan bambu Tangerang adalah sebuah usaha kecil dan menengah yang tumbuh alami di jaman pra-kemerdekaan. Industri sempat hancur karena ada kerusuhan anti-Tionghoa akibat provokasi NICA di masa revolusi fisik seperti dicatat Pramoedya Ananta Toer dalam Hoakiau di Indonesia.

Kini industri yang tumbuh di Tangerang adalah pabrik-pabrik besar dengan polusi. Masyarakat setempat hidup pas-pasan, itu pun untuk mencari kerja, mereka harus membayar kepada para oknum penguasa setempat yang mengaku sebagai jawara . Industri topi bambu dan pandan Tangerang pun tinggal kenangan. Padahal potensi untuk menghidupkan produk eksotis itu masih ada, Paul Verhoeven yang aktif di Museum Koninlijke Netherlands Indie Leger (KNIL), Broonbeek, Arnhem, Kerajaan Belanda mengaku belum berhasil mencari perajin yang mampu membuat topi pandan atau topi bambu yang digunakan serdadu KNIL tempoe doeloe. Lagipula produk tersebut sangat ramah lingkungan dan memberdayakan masyarakat kecil.

Pada tahun 1800-an sampai awal 1900-an Kabupaten Tangerang dikenal sebagai pusat kerajinan topi bambu. Topi bambu dari Tangerang ini diekspor ke Amerika dan Eropa. Bahkan, topi bambu Tangerang dikabarkan pernah merajai Paris.

Dalam rangka mencari kembali pusat-pusat produksi topi bambu yang pada zaman itu berada di daerah Cikupa, Tigaraksa dan Balaraja, TopiBambu menemukan sebuah kampung yang masih memiliki sisa-sisa penganyam topi bambu. Kampung itu adalah Kampung Ciakar yang terletak di Desa Ciakar, Kecamatan Panongan. TopiBambu mendata setidaknya masih ada sekitar 20 orang pengrajin topi bambu di Kampung Ciakar.

Ada pun jenis topi bambu yang dianyam oleh pengrajin di Kampung Ciakar adalah topi bambu jenis tudung belenong, capio dan peradah. Tudung belenong adalah sejenis topi bambu yang bentuknya menyerupai belenong sehingga disebut dengan tudung belenong. Capio adalah topi bambu seperti topi pramuka. Sedangkan peradah adalah topi bambu untuk hiasan dinding. Peradah biasanya terdiri dari 5 atau 7 topi bambu dari ukuran kecil sampai besar.

Kalau Kita coba mencari sejarah Tangerang , Kita akan Banyak menemukan kutipan-kutipan yang bersumber dari “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels, Pramoedya Ananta Toer, Lentera Dipantara” yang isinya kira-kira sebagai berikut:

“Topi anyaman bambu telah membuat tempat ini (tangerang) terkenal di dunia. Pada 1887 saja Tangerang telah mengekspor topi 145 juta buah, terutama ke Prancis. Telah menjadi kebiasaan dalam kurun tersebut, topi Tangerang dipergunakan oleh para pekerja pelabuhan baik di Eropa maupun di Amerika, dan terutama Amerika Latin. Sejak masa pendudukan Jepang, disusul Revolusi dan kemerdekaan nasional, industri topi bambu gulung tikar dan nampaknya takkan bangun lagi untuk selama lamanya”

sumber


Komentar